
Asuransi jiwa menjadi salah satu solusi finansial bagi banyak orang dalam merencanakan masa depan. Namun, bagi umat Muslim, muncul pertanyaan mengenai status hukum asuransi jiwa dalam islam.
Lalu, apakah asuransi jiwa diperbolehkan dalam syariah, atau justru bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam?
Hingga saat ini, hukum asuransi jiwa masih menjadi perdebatan di kalangan ulama. Sebagian menganggapnya haram karena adanya unsur yang bertentangan dengan syariah, sementara sebagian lainnya membolehkan dengan syarat akadnya sesuai dengan prinsip Islam.
Untuk lebih jelasnya, artikel ini akan membahas berbagai pandangan mengenai hukum asuransi jiwa dalam Islam. Yuk, simak penjelasannya!
Konten
Pengertian Asuransi Jiwa
Asuransi jiwa adalah perlindungan finansial yang bertujuan untuk menjamin kesejahteraan keluarga atau ahli waris jika tertanggung meninggal dunia atau mencapai usia lanjut. Secara umum, manfaat asuransi jiwa adalah:
- Menjamin kelangsungan hidup keluarga yang ditinggalkan jika tertanggung meninggal dunia.
- Menyediakan dana untuk masa depan, termasuk dana pensiun atau biaya kesehatan di usia lanjut.
Meskipun tujuannya baik, terdapat beberapa elemen dalam asuransi konvensional yang menjadi perdebatan dalam Islam, seperti ketidakpastian (gharar), riba, dan spekulasi (maisir).
Hukum Asuransi Jiwa Menurut Beberapa Pendapat
Karena asuransi jiwa tidak disebutkan secara eksplisit dalam Alquran dan Hadits, maka dalam menentukan hukum asuransi syariah, para ulama menggunakan metode ijtihad.
Dalam konsep ijtihadiyah, hukum suatu perkara baru dalam Islam dapat dikaji berdasarkan prinsip-prinsip seperti maslahah mursalah (kemaslahatan umum) dan qiyas (analogi dengan hukum lain dalam Islam).
Adapun beberapa pandangan ulama tentang hukum asuransi jiwa adalah sebagai berikut:
Pandangan yang Membolehkan
Sebagian ulama memperbolehkan asuransi jiwa dengan syarat bahwa sistem dan akad yang digunakan sesuai dengan prinsip syariah.
Pendapat ini di antaranya didukung oleh ulama seperti Yusuf Al-Qaradawi dan Muhammad Abduh, serta mazhab Maliki yang cenderung membolehkan asuransi jika tidak ada unsur gharar, maisir, atau riba dalam akadnya.
Dasar pemikiran ulama yang membolehkan asuransi jiwa adalah:
- Asuransi merupakan bentuk ikhtiar dalam menghadapi risiko kehidupan, yang dalam Islam dianjurkan selama tidak bertentangan dengan syariah.
- Prinsip ta’awun (tolong-menolong) dalam Islam mendukung konsep asuransi yang berbasis gotong royong. Asuransi bisa diibaratkan sebagai sistem yang membantu mereka yang terkena musibah.
- Jika akad asuransi bersifat tabarru’ (hibah atau sedekah), maka asuransi menjadi halal.
Dengan begitu, jika dana yang dikumpulkan dikelola dengan prinsip syariah dan digunakan untuk kepentingan bersama tanpa unsur riba, maka asuransi dianggap sah.
Pandangan yang Mengharamkan
Di sisi lain, ada juga beberapa ulama berpendapat bahwa asuransi jiwa hukumnya haram karena mengandung unsur yang bertentangan dengan syariat Islam, seperti gharar (ketidakpastian), maisir (perjudian), dan riba.
Alasan utama yang mendasari keharaman asuransi jiwa, diantaranya:
- Gharar (ketidakpastian): Peserta asuransi tidak mengetahui secara pasti apakah mereka akan mendapatkan manfaat atau tidak.
- Maisir (perjudian): Ada unsur spekulasi dalam pembayaran premi dan klaim manfaat, karena peserta bisa membayar premi tanpa pernah mendapatkan manfaat, atau sebaliknya mendapatkan manfaat lebih besar dari premi yang dibayarkan.
- Riba: Dana yang dikelola oleh perusahaan asuransi konvensional sering kali diinvestasikan dalam instrumen keuangan berbasis bunga yang mengandung riba.
Pendapat ini didukung oleh ulama seperti Syaikh Ibn Utsaimin dan Syaikh Bin Baz. Mereka menegaskan bahwa segala transaksi yang mengandung ketidakpastian, spekulasi, dan riba harus dihindari oleh umat Islam.
Dalam hal ini, asuransi jiwa dianggap sebagai praktik yang tidak sah dalam Islam karena bertentangan dengan prinsip keadilan dan kepastian hukum dalam transaksi.
Pandangan yang Mengharamkan Sebagian
Ada pula ulama yang berada di tengah-tengah, yaitu mengharamkan sebagian bentuk asuransi tetapi membolehkan bentuk lainnya. Umumnya, para ulama ini membedakan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah.
Asuransi konvensional dianggap haram karena unsur riba, gharar, dan maisir yang ada dalam sistemnya. Namun, jika asuransi didasarkan pada prinsip tolong-menolong dan tidak bertujuan untuk mencari keuntungan dari ketidakpastian, maka hukumnya menjadi halal.
Dalam hal ini, asuransi syariah (takaful) diperbolehkan karena akad yang digunakan didasarkan pada sistem hibah dan tabarru’ (sumbangan).
Pendapat ini sejalan dengan fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI), yang menegaskan bahwa asuransi syariah diperbolehkan selama mengikuti prinsip-prinsip Islam.
Terlepas dari hukum asuransi jiwa, kesehatan harian tetap perlu dijaga. Pilih asuransi rawat jalan Roojai agar kamu terlindungi dari biaya medis tak terduga dengan fleksibilitas manfaat yang kamu tentukan sendiri.
Fatwa MUI Mengenai Asuransi
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa yang membedakan antara asuransi konvensional dan asuransi syariah.
Dalam fatwa tersebut, MUI menyatakan bahwa asuransi konvensional hukumnya haram karena mengandung unsur riba, gharar, dan maisir. Namun, asuransi syariah diperbolehkan karena didasarkan pada prinsip ta’awun dan bebas dari unsur yang dilarang dalam Islam.
MUI merujuk pada Alquran dan hadist berikut:
- QS. Al-Maidah ayat 2: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran.”
- Hadits Rasulullah: “Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan orang lain.” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad)
MUI juga menekankan pentingnya akad yang sesuai dengan syariah. Asuransi yang diperbolehkan adalah yang menggunakan akad hibah atau tabarru’, di mana peserta asuransi saling membantu dengan menyisihkan sebagian hartanya untuk kepentingan bersama.
Selain itu, pengelolaan dana dalam asuransi syariah harus dilakukan secara transparan dan hanya digunakan untuk investasi yang halal.
Lindungi Diri dan Keluarga dengan Asuransi Kesehatan
Konsep asuransi syariah hadir sebagai solusi bagi umat Muslim yang ingin mendapatkan perlindungan finansial tanpa melanggar prinsip-prinsip syariah. Yang terpenting, masyarakat bisa mendapatkan perlindungan kesehatan tanpa harus mengorbankan nilai-nilai agama yang diyakini.
Jika kamu belum memiliki asuransi, pertimbangkan untuk melengkapi perlindunganmu dengan asuransi kesehatan agar biaya medis tak lagi menjadi beban. Roojai menawarkan premi terjangkau, manfaat rawat jalan dan rawat inap yang luas, serta proses klaim mudah yang bisa dilakukan secara online kapan saja.
Yuk, lindungi diri dan keluarganmu dengan asuransi kesehatan sekarang juga!
Pertanyaan Seputar Hukum Asuransi Jiwa dalam Islam
Apakah asuransi jiwa diperbolehkan dalam Islam?
Ya, asuransi jiwa diperbolehkan dalam Islam selama dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini, akad yang digunakan asuransi syariah adalah tolong-menolong (tabarru’) dan bukan jual beli risiko seperti pada asuransi konvensional.
Apa saja yang harus dihindari dalam asuransi syariah menurut prinsip hukum Islam?
Dalam asuransi syariah, terdapat beberapa unsur yang harus dihindari agar sesuai dengan syariat Islam, yaitu:
- Riba (bunga atau keuntungan yang tidak sah)
- Maisir (unsur perjudian atau spekulasi)
- Gharar (ketidakjelasan atau ketidakpastian berlebih dalam akad)
Bagaimana cara asuransi syariah menghindari unsur riba dan maisir?
Asuransi syariah menghindari riba dan maisir dengan menggunakan sistem dana tabarru’, di mana peserta saling membantu saat terjadi risiko. Dana peserta juga hanya diinvestasikan pada instrumen keuangan halal yang disetujui oleh Dewan Pengawas Syariah.
Dapatkan Penawaran Asuransi Online yang
Asuransi Online yang Mudah, Terjangkau, dan Dapat Diandalkan
|
Lihat premi dalam 30 detik.
Gak perlu kasih info kontak!
Cek harga premi secara online
Bagikan: