hukum asuransi | roojai.co.id

Asuransi telah menjadi bagian penting dalam kehidupan modern, memberikan perlindungan finansial bagi individu maupun bisnis terhadap berbagai risiko. Namun, di balik operasionalnya, terdapat aturan hukum yang mengatur segala aspek terkait asuransi, mulai dari hak dan kewajiban tertanggung hingga regulasi industri yang memastikan stabilitas pasar.

Hukum asuransi sendiri bukan hanya sebatas peraturan dalam sistem hukum nasional. Tetapi juga memiliki cakupan yang lebih luas, termasuk dalam perspektif Islam. Dalam hukum Islam, terdapat berbagai prinsip yang menentukan keabsahan suatu bentuk asuransi, memastikan bahwa praktiknya tidak bertentangan dengan nilai-nilai syariah.

Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang hukum asuransi, mencakup definisi, dasar hukum yang berlaku di Indonesia, hingga bagaimana hukum asuransi dipandang dalam Islam.

Konten

  1. Apa itu Hukum Asuransi?
  2. Dasar Hukum Asuransi di Indonesia
  3. Undang-undang yang Mengatur Asuransi
    1. Prinsip-Prinsip Hukum Asuransi
      1. Hukum Asuransi dalam Islam

        Apa itu Hukum Asuransi?

        Hukum asuransi adalah sekumpulan peraturan dan prinsip yang mengatur hubungan antara perusahaan asuransi, pemegang polis, serta pihak-pihak lain yang terlibat dalam industri asuransi.

        Hukum ini bertujuan untuk menciptakan sistem yang adil bagi semua pihak. Di satu sisi, hukum asuransi melindungi kepentingan tertanggung dengan memastikan bahwa perusahaan asuransi memenuhi kewajibannya dalam membayar klaim yang sah. Di sisi lain, regulasi ini juga mengatur hak serta tanggung jawab perusahaan asuransi agar operasionalnya berjalan sesuai standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan otoritas terkait.

        Tanpa adanya regulasi yang jelas, industri asuransi berisiko menghadapi berbagai masalah, seperti penipuan dalam asuransi, sengketa klaim, atau bahkan ketidakstabilan keuangan perusahaan asuransi yang dapat merugikan banyak pihak. Oleh karena itu, memahami hukum asuransi bukan hanya penting bagi pelaku industri, tetapi juga bagi kamu yang ingin mendapatkan perlindungan finansial yang aman dan terpercaya.

        Dasar Hukum Asuransi di Indonesia

        Salah satu dasar hukum utama dalam industri ini adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. Undang-undang ini mengatur berbagai aspek, mulai dari pendirian perusahaan asuransi, jenis-jenis usaha yang diperbolehkan, hingga mekanisme pengawasan untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. Selain itu, peraturan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga menjadi pedoman dalam memastikan bahwa perusahaan asuransi beroperasi secara sehat dan tidak merugikan masyarakat.

        Tidak hanya hukum nasional, beberapa prinsip hukum internasional juga turut mempengaruhi praktik asuransi di Indonesia. Hal ini bertujuan agar industri asuransi dalam negeri tetap kompetitif dan sesuai dengan standar global.

         Bagi kamu yang ingin memilih asuransi, memahami cara kerja asuransi berdasarkan regulasi yang ada akan membantumu mendapatkan perlindungan yang aman dan sesuai dengan aturan hukum.

        Undang-undang yang Mengatur Asuransi

        Regulasi asuransi di Indonesia diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang memastikan industri ini berjalan dengan baik dan memberikan perlindungan yang optimal bagi pemegang polis. Beberapa undang-undang utama yang mengatur sektor asuransi antara lain:

        1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian

        Undang-undang ini menjadi landasan utama bagi industri asuransi di Indonesia. Di dalamnya terdapat aturan mengenai perizinan perusahaan asuransi, kewajiban modal minimum, serta mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

        Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 memuat 18 bab yang terdiri dari beberapa pasal. Cek sekilas materi hukum asuransi berikut ini.

        Bab UU No. 40 Tahun 2014Pasal
        BAB I KETENTUAN UMUMPasal 1
        BAB II RUANG LINGKUP USAHA PERASURANSIANPasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5
        BAB III BENTUK BADAN HUKUM DAN KEPEMILIKAN PERUSAHAAN PERASURANSIANPasal 6, Pasal 7
        BAB IV PERIZINAN USAHAPasal 8, Pasal 9, Pasal 10
        BAB V PENYELENGGARAAN USAHAPasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 25, Pasal 27, Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34
        BAB VI TATA KELOLA USAHA PERASURANSIAN BERBENTUK KOPERASI DAN USAHA BERSAMAPasal 35
        BAB VII PENINGKATAN KAPASITAS ASURANSI, ASURANSI SYARIAH, REASURANSI, DAN REASURANSI SYARIAH DALAM NEGERIPasal 36, Pasal 37, Pasal 38
        BAB VIII PROGRAM ASURANSI WAJIBPasal 39
        BAB IX PERUBAHAN KEPEMILIKAN, PENGGABUNGAN, DAN PELEBURANPasal 40, Pasal 41
        BAB X PEMBUBARAN, LIKUIDASI, DAN KEPAILITANPasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52
        BAB XI PELINDUNGAN PEMEGANG POLIS, TERTANGGUNG, ATAU PESERTAPasal 53, Pasal 54
        BAB XII PROFESI PENYEDIA JASA BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIANPasal 55, Pasal 56
        BAB XIII PENGATURAN DAN PENGAWASANPasal 57, Pasal 58, Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66, Pasal 67
        BAB XIV ASOSIASI USAHA PERASURANSIANPasal 68, Pasal 69
        BAB XV SANKSI ADMINISTRATIFPasal 70, Pasal 71, Pasal 72
        BAB XVI KETENTUAN PIDANAPasal 73, Pasal 74, Pasal 75, Pasal 76, Pasal 77, Pasal 78, Pasal 79, Pasal 80, Pasal 81, Pasal 82
        BAB XVII KETENTUAN PERALIHANPasal 83, Pasal 84, Pasal 85, Pasal 86, Pasal 87, Pasal 88
        BAB XVIII KETENTUAN PENUTUPPasal 89, Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92

        2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

        Regulasi ini memastikan bahwa hak-hak konsumen dalam sektor asuransi tetap terlindungi. Undang-undang ini juga mengatur sanksi bagi perusahaan asuransi yang melakukan praktik tidak adil, seperti memberikan informasi yang menyesatkan atau tidak membayar klaim yang sah.

        3. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (Pojk)

        Sebagai pengawas industri keuangan, OJK menerbitkan berbagai peraturan yang lebih spesifik terkait operasional perusahaan asuransi, tata kelola risiko, serta transparansi dalam produk asuransi.

        4. Undang-Undang lainnya terkait asuransi

        Selain undang-undang utama di atas, terdapat beberapa regulasi lain yang turut mengatur sektor asuransi, seperti aturan perpajakan dalam asuransi serta regulasi terkait reasuransi.

        Berikut beberapa Undang-Undang lainnya yang mengatur perasuransian, antara lain: 

        1. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Buku I Bab IX mengatur tentang pertanggungan pada umumnya.
        2. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Buku I Bab X, mengatur pertanggungan terhadap bahaya kebakaran, terhadap bahaya yang mengancam hasil pertanian, dan tentang pertanggungan jiwa.
        3. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Buku II Bab IX mengatur terhadap bahaya-bahaya laut dan perbudakan.
        4. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Buku II bab IX, mengatur tentang pertanggungan terhadap bahaya-bahaya dalam pengangkutan darat, sungai, dan perairan darat.
        5. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
        6. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.
        7. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 53/PMK.010/2012 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
        8. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) terkait hukum asuransi.

        Dalam undang-undang asuransi, perusahaan asuransi dan pemegang polis menjalin perjanjian di mana perusahaan menerima premi sebagai imbalan untuk:

        Nah, perjanjian antara peserta dan perusahaan asuransi tidak boleh bertentangan dengan isi undang-undang asuransi. Undang-undang asuransi memiliki kedudukan lebih tinggi dari segi kekuatan hukum dibandingkan peraturan yang dibuat perusahaan asuransi untuk peserta.

        Sementara perusahaan asuransi sebagaimana diatur dalam undang-undang, wajib menjamin pemenuhan hak-hak peserta asuransi ataupun ahli waris sebagai pemegang polis, termasuk pemenuhan klaim.

        Prinsip-Prinsip Hukum Asuransi

        Dalam dunia asuransi, terdapat beberapa prinsip hukum yang menjadi dasar dalam menjalankan perjanjian antara pihak asuransi dan tertanggung. Prinsip-prinsip ini bertujuan untuk memastikan keadilan, transparansi, serta keseimbangan hak dan kewajiban bagi semua pihak yang terlibat.

        1. Prinsip Utmost Good Faith (Prinsip Itikad Baik)

        Prinsip ini mengharuskan kedua belah pihak, baik perusahaan asuransi maupun pemegang polis, untuk bertindak jujur dan transparan dalam memberikan informasi. Misalnya, calon tertanggung wajib mengungkapkan kondisi kesehatan atau risiko lain yang dapat memengaruhi polis asuransi.

        2. Prinsip Insurable Interest (Prinsip Kepentingan yang Diasuransikan)

        Dalam hukum asuransi, seseorang hanya bisa mengasuransikan sesuatu yang memiliki hubungan kepentingan dengan dirinya. Misalnya, kamu bisa mengasuransikan rumah atau kendaraan yang kamu miliki, tetapi tidak bisa mengasuransikan aset milik orang lain yang tidak memiliki keterkaitan langsung denganmu.

        3. Prinsip Indemnity (Prinsip Ganti Rugi)

        Asuransi bertujuan untuk mengganti kerugian sesuai dengan nilai sebenarnya, bukan untuk memberikan keuntungan tambahan. Dengan prinsip ini, pemegang polis hanya akan menerima ganti rugi sebesar kerugian yang diderita, sehingga tidak ada unsur mencari keuntungan dari klaim asuransi.

        4. Prinsip Proximate Cause (Prinsip Penyebab Utama)

        Prinsip ini digunakan untuk menentukan penyebab utama dari suatu kejadian yang mengakibatkan klaim asuransi. Jika penyebab utama suatu kerugian termasuk dalam cakupan perlindungan polis, maka klaim akan dibayarkan oleh perusahaan asuransi.

        5. Prinsip Subrogation (Prinsip Pengalihan Hak)

        Prinsip ini berlaku ketika perusahaan asuransi telah membayarkan klaim kepada tertanggung. Setelah itu, perusahaan asuransi berhak untuk menggantikan posisi tertanggung dalam menuntut pihak ketiga yang bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

        6. Prinsip Contribution (Prinsip Kontribusi)

        Jika sebuah aset diasuransikan di lebih dari satu perusahaan asuransi, maka dalam hal klaim, masing-masing perusahaan akan memberikan kontribusi sesuai dengan porsi pertanggungannya. Ini mencegah seseorang mendapatkan ganti rugi lebih dari nilai kerugian sebenarnya. Dengan memahami prinsip-prinsip ini, kamu bisa lebih bijak dalam memilih dan menggunakan asuransi. 

        Kalau kamu yang sedang mencari asuransi, penting mengetahui cara memilih asuransi yang baik. Agar dapat memilih produk yang sesuai dengan kebutuhan dan terhindar dari risiko yang tidak diinginkan.

        Hukum Asuransi dalam Islam

        Dalam perspektif Islam, hukum asuransi menjadi perdebatan di kalangan ulama. Sebagian berpendapat bahwa asuransi konvensional mengandung unsur riba, gharar (ketidakpastian), dan maysir (judi), sehingga tidak diperbolehkan. Namun, ada pula yang menilai bahwa asuransi memiliki manfaat sebagai bentuk perlindungan dan perencanaan keuangan yang sah, terutama jika dijalankan sesuai dengan prinsip syariah.

        Untuk memahami hukum asuransi dalam Islam secara lebih mendalam, kita dapat merujuk pada sumber hukum utama dalam Islam, yaitu Al-Qur’an dan hadis, serta fatwa yang telah dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).

        1. Pandangan Al-Qur’an dan Hadis tentang Asuransi

        Dalam Islam, prinsip keuangan harus sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan hadis. Meskipun asuransi dalam bentuk modern tidak disebutkan secara eksplisit dalam sumber-sumber tersebut, terdapat beberapa ayat dan hadis yang sering dijadikan rujukan dalam menentukan hukum asuransi dalam Islam.

        Salah satu prinsip utama dalam Islam adalah larangan terhadap riba, gharar, dan maysir. Riba merujuk pada tambahan atau bunga yang diharamkan, gharar berkaitan dengan ketidakpastian yang berlebihan, sementara maysir merujuk pada unsur perjudian. Beberapa ulama berpendapat bahwa sistem asuransi konvensional mengandung unsur-unsur ini, sehingga dinilai tidak sesuai dengan syariat Islam.

        Namun, ada juga konsep yang mendukung prinsip asuransi, seperti prinsip tolong-menolong (ta’awun) yang dijelaskan dalam Al-Qur’an:

        “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah: 2)

        Ayat ini sering dijadikan dasar bagi model asuransi syariah yang berbasis gotong royong, di mana peserta saling membantu dalam menghadapi risiko keuangan.

        Selain itu, dalam hadis Rasulullah SAW, terdapat contoh akad yang menyerupai konsep asuransi, seperti sistem diyat (denda atau kompensasi dalam hukum Islam) yang dibayar secara kolektif oleh kabilah atau kelompok sosial tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa Islam mengakui pentingnya perlindungan terhadap risiko, selama dilakukan dengan cara yang sesuai dengan syariat.

        Dengan demikian, pandangan Islam terhadap asuransi tidaklah hitam dan putih. Beberapa bentuk asuransi bisa dianggap tidak sesuai dengan syariat, sementara model yang berbasis syariah lebih diterima karena berlandaskan prinsip tolong-menolong tanpa unsur riba dan gharar yang berlebihan.

        2. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang Asuransi

        Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa terkait hukum asuransi untuk memberikan kepastian bagi umat Muslim dalam memilih produk asuransi yang sesuai dengan syariat. Dalam fatwa No. 21/DSN-MUI/X/2001, MUI menyatakan bahwa asuransi syariah diperbolehkan, sedangkan asuransi konvensional memiliki unsur yang bertentangan dengan syariat.

        Menurut fatwa ini, asuransi syariah didasarkan pada prinsip ta’awun (tolong-menolong) dan mudharabah (bagi hasil), di mana peserta saling membantu dengan membayar kontribusi (premi) ke dalam dana tabarru’. Dana ini kemudian digunakan untuk membantu peserta lain yang mengalami musibah, dengan pengelolaan yang transparan dan sesuai dengan aturan Islam.

        Sebaliknya, MUI menyoroti beberapa masalah dalam asuransi konvensional, seperti:

        Adanya fatwa ini, membantu umat Muslim yang ingin mendapatkan perlindungan finansial dapat memilih asuransi berbasis syariah yang lebih sesuai dengan prinsip Islam. Dengan memilih asuransi yang sesuai syariah, kamu bisa mendapatkan perlindungan finansial yang lebih tenang dan berkah. Jika kamu mencari perlindungan kendaraan yang sesuai kebutuhan, Asuransi Mobil Roojai bisa menjadi pilihan tepat. Dapatkan manfaat perlindungan maksimal dengan proses klaim yang mudah dan layanan terpercaya di Roojai.co.id.

        Heru Panatas

        Ditulis oleh

        Heru Panatas

        Motor Vehicle Claim Manager

        Heru merupakan lulusan Universitas Diponegoro. Beliau memiliki pengalaman dalam manajemen layanan pelanggan selama 10 tahun. Heru juga sudah bekerja dibidang asuransi selama 19 tahun dan memiliki beberapa sertifikasi terkait asuransi seperti, Ahli Asuransi Kerugian - Indonesia (AAI-K) dari Asosiasi Ahli Manajemen Asuransi Indonesia (AAMAI), Indonesian Certified Claim Administrator (ICCA), Certified Indonesian Insurance and Reinsurance Brokers (CIIB), ANZIIF (Senior Associate) CIP, and Certification of Competence Insurance Broker. Sebagai Motor Vehicle Claim Manager, saat ini Heru senang berbagi informasi dan tips seputar asuransi mobil.

        Bagikan:

        Asuransi Online Paling Terjangkau dan Inovatif di Asia Tenggara

        Dapatkan Penawaran Asuransi Online yang

        Asuransi Online yang Mudah, Terjangkau, dan Dapat Diandalkan

        |

        Lihat premi dalam 30 detik.
        Gak perlu kasih info kontak!